Definisi Para Ahli Terkait Budaya Mutu - Pengertian Budaya Mutu (Quality Culture)



 What is Quality Culture?

Menurut Kujala dan Ullrank (2004:48),  untuk memahami pengertian budaya mutu hendaknya dipahami terlebih dahulu akar dari budaya mutu yaitu budaya organisasi, karena budaya mutu merupakan subset dari budaya organisasi. Menurut Robbins (2001:525), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Deal dan Kennedy sebagaimana dikutip Robbins (2001:479) menjelaskan budaya organisasi sebagai nilai-nilai dominan yang didukung organisasi.
Gibson et.al. (1996:77) merumuskan: “kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku”.  Kreitner dan Kinicki (2003:68-75) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Luthans (1998:213) mengemukakan, budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya.
Sharplin (1995:225) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Stoner et.al. (1996:246) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu cognitive framework yang meliputi sikap, nilai-nilai, norma perilaku dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh anggota organisasi.  Davis (1984:198) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Schein (1992:221) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Menurut Noe dan Mondy (1993:235), budaya organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk mendapatkan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, meskipun konsep budaya organisasi memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli budaya dalam hal mendefinisikan  budaya organisasi. Intinya bahwa budaya organisasi  berkaitan dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi (refers to a system of shared meaning held by members).


Dale (2003:30) menjelaskan beragamnya definisi budaya organisasi yang dikemukakan para ahli menggambarkan kompleksitas budaya organisasi. Diperlukan upaya menghasilkan budaya organisasi yang kondusif bagi perbaikan berkelanjutan dimana setiap orang dapat berpartisipasi. Jaminan kualitas juga perlu diintegrasikan ke dalam semua proses dan fungsi organisasi. Semua itu memerlukan perubahan perilaku orang-orang, sikap mental dan praktek pekerjaan dalam berbagai cara.     Merubah perilaku dan sikap mental orang adalah salah satu tugas manajemen yang paling sulit, memerlukan kekuatan besar dan keterampilan persuasif dan memotivasi. Kesungguhan juga diperlukan dalam memfasilitasi dan mengelola perubahan menuju ke arah budaya kualitas.
Definisi budaya mutu menurut Goetsch D.L dan Davis D.L (2002:110). adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus menerus. Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Watson M.A., dan Gryna,  F.M.,  (2001:41) mengemukakan “quality culture is the pattern of habits, beliefs, and behaviour concerning quality”. Hardjosoedarmo (2004:92), memaparkan budaya kualitas adalah pola nilai-nilai, keyakinan dan harapan yang tertanam dan berkembang di kalangan anggota organisasi mengenai pekerjaannya untuk menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas.
Referensi:

  1. Davis, A., (1984). Managing Corporate Culture. Cambridge, MA: Belinger.
  2. Gibson, James L., John M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. (1996). Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. (Alih Bahasa Nunuk Adiarni), Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.
  3. Goetsch D.L dan Davis D.L (2002). Introduction to Total Quality: Quality Management for Production, Process, and Service. Edisi Terjemahan. Alih Bahasa oleh Benyamin Molan, Manajemen Mutu Total: Manajemen Mutu untuk Produksi, Pengelolaan, dan Pelayanan. Jilid I. Jakarta: PT Prenhalindo.
  4. Hardjosoedarmo, S. (2004). Total Quality Management. Yogyakarta: Andi.
  5. Kreitner, Robert; Kinicki, Angelo. (2003).  Perilaku Organisasi. Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta : Salemba Empat.
  6. Kujala, J.; P. Ullrank. (2004). Total Quality Management as a Cultural Phenomenon.  [Online]. Tersedia: www.asq.org.
  7. Luthans, Fred. (1998). Organization Behavior. International Edition, Sixth Edition, Mc Graw-Hill, Singapore.
  8. Mondy, Noe, and Premeaux, (1999). Human Resources Management. Seventh Edition Prentice Hall Mc. Inc, USA.
  9. Robbins, Stephen P., (2001).  Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Education International.
  10. Schein, Edgar H. (1992). Organizational Culture and Leadership. San Francisco: Jossey Bass, Pub.
  11. Sharplin, A., (1995), Strategic Management, McGraw-Hill, New York.
  12. Stoner, James A. F. & Edward Freeman, Daniel R. Gilbert, Jr. (1996).  Manajemen. Edisi Indonesia, Alih Bahasa Alexander Sindoro, PT. Prehallindo, Jakarta.
  13. Watson, M. A., Gryna,  F.M. (2001). Quality Culture in Small Business: Four Case Studies. Quality Progress, 34(1), 41-48.
  14. Watson, M. A., Gryna,  F.M. (2001). Quality Culture in Small Business: Four Case Studies. Quality Progress, 34(1), 41-48.
  15. Yoder, Dale, (1962), Personel Principles and Policies, Prentice Hall Inc, Maruzen Company Ltd, Second Edition

 

JAKARTA - TikTok berhasil mengalahkan Facebook dan Instagram dari segi jumlah unduhan. Menurut data dari Sensor Tower, TikTok berada di peringkat kedua, Facebook di posisi keempat, dan instagram di urutan kelima.

Dilansir dari Cnet, TikTok berada di posisi kedua karena telah diunduh lebih dari 700 juta pengguna di dunia pada 2019. Sensor Tower menghitung data ini dari Google Play Store di Android dan App Store di iOS.

Belakangan ini, TikTok memang sedang digemari di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia, terutama di kalangan anak muda. Padahal baru-baru ini, TikTok memiliki masalah terkait kontennya di AS.

Oleh pihak AS, TikTok dianggap sebagai ancaman keamanan siber nasional. Pemerintah AS menuduh platform ini telah memata-matai para penggunanya di seluruh dunia.




Search This Blog

Powered by Blogger.

Blog Archive